Selasa, 24 Oktober 2017

Gugurnya Permen 17/2017 Justru Merugikan Penggugat. Rakyat korban asap kembali menang.....!!!



Saat Permen 17/2017 digugurkan MA, kalangan korporasi yang memilih membangkang, bersorak gegap gempita. Mereka lantas woro-woro alias koar-koar, seolah ingin berpesta dapat legitimasi untuk melegalkan bisnis mereka di kawasan yang dilindungi "Pemerintah kalah, horeeee...kita boleh tanam di lahan gambut lagi".

Ibarat tak puas dikasi hati, mereka minta jantung, minta paru-paru, minta semua yang bisa diminta. Dari semula yang digugurkan cuma Peraturan Menteri, eh minta PP 57 soal gambutnya dibatalkan, sanksi dicabut, dan hal-hal lainnya. Mereka terlalu awal berpesta sebelum membaca amar putusan selengkapnya.

Ternyata amar putusan lengkap MA, justru semakin merugikan mereka. Karena acuannya jelas berpihak pada rakyat, bahwa penetapan kawasan lindung tetap mengacu pada aturan lebih tinggi PP Nomor 57/2016, dimana pemanfaatan hanya untuk penelitan pengetahuan, pendidikan, lingkungan.

Lhaaaaaa....hilang deh 'kebaikan pemerintah' dalam hal ini KLHK yang sebelumnya masih memikirkan soal solusi lahan pengganti (landswape). Rugi sendiri toh...?! gigit jari kan?? 😁🤣

Hebat komitmen pemerintah saat ini, yang telah membuat aturan berlapis untuk melindungi ekosistem gambut. Jadi meski dibunuh satu, masih ada seribu aturan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak.

Hayooooo....yang kemarin udah ngolok-ngolok pemerintah sendiri, yang udah provokasi massa tanpa sabar menunggu amar putusan lengkap, yang ketawa-ketawa sebarin screenshoot putusan diterima MA, pestanya bubar dulu ya...bubar dulu..! ☺ Terlalu dini kalian berpesta untuk bisa menanam lagi di lahan gambut yang mudah terbakar dan merusak ekosistem lingkungan hidup.

Ingat....!! Peraturan Menteri hanya satu dari sekian banyak turunan PP gambut. Mau digugat berkali-kali, dimatiin berulang kali, perlindungan ekosistem gambut tetap mengacu pada ketentuan yang lebih tinggi yakni PP dan UU...💪

Baca berita di bawah ini, "Kemenangan penggugat justru kemenangan untuk rakyat korban asap" 👇

--------Mongabay-----

Mahkamah Agung mengabulkan gugatan uji materi Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Riau atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 17/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Kendati demikian, Andri Gunawan Wibisono, pakar hukum lingkungan hidup menyebutkan beleidaturan itu tak memiliki pengaruh kuat dalam perlindungan gambut.

”Menurut saya penetapan kawasan fungsi lindung gambut tetap jadi aturan pokok dalam Peraturan Pemerintah (PP Nomor 57/2016 juncto PP Nomor 71/2014-red.). Malahan,  jika Permen 17/2017 dibatalkan, justru merugikan penggugat sendiri,” katanya kepada Mongabay.

Adapun, pasal peralihan yang penting dari Permen 17/2017 juncto Permen 12/2015 adalah fungsi gambut disesuaikan pada fungsinya, yakni fungsi lindung dan budidaya. Jadi, perlu ada pengubahan tata ruang jika ditetapkan fungsi lindung.

Jika terindikasi fungsi lindung, pemegang izin mendapat kompensasi untuk memanen satu daur dan tak dapat ditanami kembali (Pasal 8E). Jika areal kerja terindikasi kawasan lindung dengan luasan lebih atau sama 40%, dapat mengajukan lahan usaha penganti (landswap).

“Jika permen tak ada, otomatis penetapan kawasan lindung tetap mengacu pada aturan lebih tinggi PP Nomor 57/2016, dimana pemanfaatan hanya untuk penelitan pengetahuan, pendidikan, lingkungan,” jelasnya. Sehingga, jika Permen tersebut hilang, pemanfaatan pada kawasan lindung tetap tidak diperbolehkan. Adapun, solusi yang ditawarkan pemerintah justru tidak berlaku dan merugikan penggugat, karena tidak memuat kompensasi seperti land swap.

“Pemerintah seharusnya menetapkan mana kawasan lindung, strict saja. Sanksi bisa rujuk PP dan diterapkan. Diharapkan PP itu perlindungan dan pengelolaan gambut. Itu lebih penting.”

Putusan uji materi dengan Nomor Register 49 P/HUM/2017 ini membatalkan perlindungan gambut yang mewajibkan perusahaan HTI mengalihkanfungsikan gambut dalam yang semula izin budidaya ke fungsi lindung.

Nursal Tanjung, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Riau kepada Mongabay melalui saluran telepon memberikan foto gambar kepada wartawan terkait putusan itu.

Putusan telah diputus Hakim Agung Is Sudaryono, Hari Djatmiko dan Supandi serta Teguh Satya Bhakti sebagai panitera pengganti. Dalam putusan itu, terdakwa,  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pendapat dikemukakan Bambang Hendroyono, perihal isu yang sengaja disebarkan pihak tertentu mengenai gugurnya peraturan menteri yang menyebabkan hukuman RAPP gugur.

”Permen 17/2017 hanya satu dari banyak Permen turunan PP 57 tentang gambut,” katanya, melalui keterangan tertulis, Minggu (22/10/17).

Soal Permen 17/2017, Siti akan mengkaji setiap pasal per pasal yang menjadi putusan MA.

Siti mengingatkan, berbicara perlindungan gambut, tak hanya berpacu pada Permen 17/2017, ada aturan lebih tinggi menaungi yakni PP 57/2016 dan PP 71/2014.

Dalam beleid itu, penyesuaian tata ruang di HTI ada dalam PP Nomor 6/2007 jo. PP Nomor 3/2008 dan Permen 40/2017. Jika tak sah karena tak sesuai aturan, maka KLHK bisa mengaudit keseluruhan.

Sumber: Mongabay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar