Sekitar
1,6 juta hektar lahan gambut terancam dikonversi menyusul pembuatan
Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Daerah Provinsi Riau. Dalam
rancangan tata ruang ini, hanya 21.625 hektar atau 1,3 persen lahan
gambut di area itu yang akan jadi kawasan lindung.
Hariadi
Kartodihardjo Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor mengatakan,
Raperda Tata Ruang Riau ini disepakati melalui sidang paripurna DPRD
Riau dan dimintakan persetujuan substansi kepada pemerintah pusat.
Semua
kementerian dan lembaga setuju dengan raperda ini, kecuali Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Persetujuan suatu rencana tanpa
memperhatikan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) itu jadi
pertanyaan.
Jika raperda itu lolos, dampaknya
amat besar. Sekitar 1,6 juta hektar lahan gambut di Riau tak bisa lagi
direstorasi dan dilindungi. Hal ini karena hanya diusulkan 21.625 hektar
(1,3 persen) sebagai kawasan lindung.
Dalam
raperda ini, ada 1,2 juta ha areal hutan diusulkan dikonversi ke
nonhutan. Padahal, berdasarkan data Kementerian Kehutanan 2014, hutan di
Riau ditetapkan 1.638.249 ha. Kawasan ini kebanyakan isinya perusahaan
sawit yang belum dituntaskan status hukumnya dan perusahaan yang
berkonflik tanah dengan warga lokal.
Di sisi
lain, Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2017 terkait perlindungan gambut
di lokasi hutan tanaman industri sudah dibatalkan Mahkamah Agung atas
gugatan serikat pekerja di Riau. Ada indikasi kuat rencana tata ruang
Riau ini akan lolos. Jika lolos, maka sama saja artinya Raperda yang
disusun oleh para politisi dan para elit di provinsi Riau, justru
mengancam nasib rakyatnya sendiri untuk hidup sehat.
Dukung
Menteri LHK diberi kekuatan lebih menjaga gambut Riau dari tangan2
serakah perusak alam. Melindungi gambut, sama dengan melindungi
kehidupan kita hari ini dan anak cucu kita nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar