Selasa, 24 Oktober 2017

Kasihan sekali, karyawan RAPP jadi korban dagelan manajemennya sendiri dan politisi yang cari panggung untuk Pilgubri.


Saat ribuan karyawan RAPP melakukan demo besar-besaran di bawah sinar terik matahari, pemilik modal dan mitra-mitranya yang sudah kaya raya duluan, mungkin sedang senyum-senyum menonton dari ruangan ber-AC. Mungkin di antara mereka malah sedang menikmati perkembangan berita demonstrasi sambil liburan di luar negeri, menikmati massa yang berhasil diaduk-aduk emosinya untuk melawan kebijakan negara.

Sementara politisi mengambil kesempatan mencari panggung  berorasi. Menunjukkan seolah-olah merekah yang paling peduli dan mulai melontarkan janji-janji. Padahal mereka adalah bagian dari pemerintahan itu sendiri. Benar-benar dagelan....!

Mari kita bedah satu-satu kelakuan pihak-pihak yang memanfaatkan rakyat, membodoh-bodohi rakyat, memanfaatkan kelemahan rakyat yang butuh pekerjaan, dalam kasus demo karyawan RAPP.

KELAKUAN MANAJEMEN RAPP

Pada akhirnya setelah pertemuan dengan KLHK, sehari pasca aksi demonstrasi besar-besaran, manajemen RAPP mendadak mengaku paham dan berjanji akan patuh memperbaiki RKU sesuai arahan pemerintah. Mereka bilang akhirnya bisa mendapatkan kepastian untuk melanjutkan bisnisnya, sehingga operasional perusahaan bisa berjalan normal.

Lhaaaaaaaaaaaaaaa....kenapa saat dikasi waktu mengurus RKU sejak bulan Mei 2017, hingga akhirnya turun sanksi paksaan pemerintah bulan Oktober 2017, manajemen RAPP gak kunjung paham-paham dan patuh?  Mengapa bermain-main di ruang publik dengan pernyataan-pernyataan menyesatkan? mengapa memilih ngotot mengajukan RKU yang melanggar aturan berkali-kali? kenapa meskipun LHK sudah melakukan sosialisasi, membuka pintu konsultasi dan mengirimi surat berulang kali, manajemen RAPP tak kunjung paham-paham dan mengerti?

Pertanyaan penting lainnya, mengapa manajemen RAPP tidak jujur pada karyawannya, bahwa RKU mereka ditolak karena ulah manajemen yang masih saja menyusun RKU versi sendiri dan tidak mengikuti aturan pemerintah? mengapa manajemen RAPP harus menunggu karyawannya resah? mengapa membiarkan mereka dalam ketidakpastian? mengapa harus merumahkan karyawan padahal aturan perundang-undangan terkait tenaga kerja tidak membenarkan hal demikian? mengapa memprovokasi dengan mengabarkan bahwa operasional harus berhenti padahal negara menjamin soal pasokan bahan baku hingga 5 tahun ke depan dari masa tanam? lalu dalam rentang waktu itu ada banyak solusi-solusi alternatif yang ditawarkan pemerintah, kenapa tidak mau menuruti itu meski sudah berulang kali dijelaskan?

Mengapa manajemen RAPP menikmati semua beban batin karyawan dan keluarganya tentang bayang-bayang akan di-PHK, hanya untuk memaksakan kehendak mereka yang salah pada pemerintah? mengapa harus sampai melakukan demonstrasi memaksa pemerintah mengubah aturan, seolah-olah hanya RAPP satu-satunya perusahaan yang merugi karena peraturan itu? Padahal kenyataannya, hanya RAPP satu-satunya perusahaan HTI di Indonesia yang membangkang pada aturan negara. Dagelan..!

Mengapa berbulan-bulan tak kunjung paham dan patuh, eh eh giliran bertemu 2,5 jam pada Selasa lalu dengan pihak kementerian mendadak bisa paham dan patuh? mengapa mendadak bisa berjanji menyelesaikan RKU dalam hitungan hari, padahal berulang kali sebelumnya telah dikasi waktu? Ngapain aja manajemen RAPP selama beberapa bulan lalu? kemana dan mengapa mengulur-ngulurkan waktu? saat perusahaan HTI lainnya sudah tunduk dan patuh pada arahan pemerintah tanpa mengeluh masalah, mengapa manajemen RAPP tetap ngotot memilih jalan yang salah?

Mungkinkah sibuk melakukan loby-loby sana sini, tapi karena tak kunjung tembus di tingkat kementerian, akhirnya menunggu keresahan yang sengaja dihembuskan memuncak jadi perlawanan jalanan? jika benar begitu, tentu ini suatu dagelan, sungguh dagelan!

Mungkin paham dan patuh dadakan manajemen RAPP muncul, setelah 'perjudian' memanfaatkan keresahan karyawannya sendiri hingga berujung aksi demonstrasi, ternyata gagal total menakut-nakuti pemerintah dalam hal ini KLHK. Dalam situasi mendapat tekanan, Menteri itu masih tegas mengatakan bahwa RAPP sedang melawan negara dan negara tidak akan kalah pada sesuatu yang jelas-jelas salah.

Kalau sampai rencana kerja RAPP yang melanggar aturan disahkan, apa jadinya Indonesia? semua perusahaan tentu akan terinspirasi berbuat seenak-enaknya menekan pemerintah untuk menuruti kemauan mereka sendiri, mengatur-ngatur bisnis mereka sendiri, nanam-nanam sesuka hati, tebang-tebang sepuasnya, seterserahnya yang penting bisnis mereka jalan.

Jika sudah begitu, buat apa ada pemerintah? buat apa ada negara? serahkan saja pengurusan sumber daya alam pada perusahaan. Jika sampai begitu, apakah keseluruhan rakyat mau? rela? suka? ikhlas? seberapa berkuasakah sebenarnya RAPP yang notabene pemegang izin, hingga berani melawan pemerintah yang memberi izin? Dagelan...sungguh dagelan...!

Karyawan RAPP tanpa sadar sedang masuk dalam perangkap manajemennya sendiri. Mereka diperalat dan dikorbankan oleh pemilik modal yang sudah kaya raya, untuk terus menekan pemerintah agar kepentingan bisnisnya tidak terganggu. Ini sama artinya, manajemen dan pemilik modal membiarkan karyawannya yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia, berhadap-hadapan dengan pemerintahnya sendiri untuk melakukan perlawanan, dan melegalkan cara kerja mereka yang ilegal. Ini terbukti dari orasi-orasi karyawan RAPP meminta pembatalan RKU yang dilakukan KLHK agar segera dicabut.

Mau jadi apa Indonesia kalau sampai semua manajemen perusahaan berkelakuan seperti manajemen RAPP ini?

Manajamen RAPP tidak sadarkah bahwa akibat ketidakjujuran dan pembangkangan mereka pada negara, karyawan yang notabene bagian dari jutaan rakyat Riau, sedang dipertaruhkan hidup dan kehidupannya kelak? Fungsi lindung ekosistem gambut, adalah kepentingan untuk seluruh rakyat Indonesia. Tertuang dalam UU, bahwa rakyat berhak mendapatkan kehidupan yang sehat.

Pembangkangan RAPP dengan memaksa ingin tetap menanam di areal fungsi lindung gambut, terang-terangan melawan amanat UU dan PP 57 soal gambut. Perusahaan berdalih sudah punya program desa bebas api, sudah buat kanal, sudah buat itu ini. Tapi cukupkah itu jadi jaminan bahwa tidak akan ada karhutla kelak suatu hari di lahan konsensi milik mereka? Siapa yang bisa memberi jaminan, bila tidak ada regulasi yang mengaturnya? Lalu bagaimana bisa, RAPP minta menjadi anak emas, agar aturan pemerintah dilonggarkan hanya khusus untuk mereka? Dagelan...sungguh manajemen RAPP sedang membuat dagelan!

Mereka hanya berpikir aspek bisnis semata, jauh dari aspek memikirkan masa depan lingkungan dan warisan alam yang tidak ternilai harganya. Padahal di luar negeri, untuk kepentingan bisnis mereka agar diterima di berbagai negara, manajemen perusahaan koar-koar bahwa mereka peduli lingkungan. Selalu saja begitu, lain di pengakuan, lain pula di perbuatan. Dagelan lagi...!

Mungkin manajemen RAPP mendadak paham dan patuh hanya dalam waktu 2,5 jam, karena gertakan mereka tak kunjung mempan, loby-loby yang mereka lakukan tak kunjung ampuh, gaya gertak ala preman tak lagi sakti untuk mengintervensi pemerintah, meski telah mengerahkan ribuan karyawan turun ke jalan. Menteri LHK malah mengirimkan pesan tegas ''Perusahaan harus patuh pada negara dan bukan negara yang harus patuh pada perusahaan,''. Skak mat!

NAH. INI BAGIAN TERLUCU dari provokasi terselubung manajemen yang sedang memainkan dagelan dengan mengorbankan ketidaktahuan karyawannya sendiri.

Manajemen RAPP sangat pintar sekali memanipulasi informasi. Berbagai cara membodohi publik dilakukan, tapi sayangnya tidak berhasil membodohi menterinya. Pernyataan keras dan tegas dari menteri, menohok langsung ke manajemen RAPP yang selalu main nakal.

"Pemerintah ini ada prosedurnya, mereka harus mengerti jangan bodoh bodohi rakyat dan jangan coba membodohi pemerintah. Mengubah regulasi misalnya, ada prosedurnya. Kalau punya harapan ada prosedurnya juga, ada prosedur teknis, prosedur administratif, ada prosedur aspiratif, ya diusulkan saja. Apa coba? Kenapa pakai PHK? Kan namanya membodohi rakyat, dan sekaligus mencoba membodohi kementerian. Nanti dulu gitu loh. Ada prosedurnya. Saya akan pelajari, emang saya bodoh?". (https://news.detik.com/berita/3696272/kisruh-soal-ptrapp-menteri-lhk-besok-kita-panggil)

Inilah salah satu cara manajemen RAPP membodoh-bodohi karyawan dan rakyat:

Waktu menggelar konferensi pers sendiri, saat masih heboh-heboh soal harus menghentikan operasional, manajemen RAPP koar-koar bahwa areal konsesinya seluas 338 ribu Ha, setelah dioverlay dengan peta KLHK dan BRG, setengahnya bakal menjadi kawasan lindung gambut. Lalu mulai koar-koar bla...bla...bla...ngancam-ngancam sudah investasi sekian triliun, menyumbang ekspor sekian sekian...bla...bla...data-data itupun dirilis kemana-mana untuk dinaikkan ke media massa. Seolah-olah merekalah pahlawan segala-galanya bagi perekonomian Indonesia. Seolah jika tak ada mereka, maka runtuhlah dan bangkrutlah negara ini. Seolah-olahnya begitu.

Tapi lucunya, pas konfrensi pers di KLHK, bilangnya dari areal konsesi setengahnya berupa gambut, tapi mereka mengaku belum tahu berapa yg merupakan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG). Di sini saja, manajemen RAPP sudah menahbiskan diri sebagai pembohong, dengan sengaja menyebar berita bohong.

Mengapa? inilah sebenarnya sumber keresahan karyawan RAPP yang sengaja dibiarkan oleh manajemen selama ini. Karena manajemen memprovokasi karyawannya sendiri, bahwa bisnis mereka akan terganggu, karena pemerintah akan mengambil 50 persen areal kerja mereka. Siapa yang tidak akan mengamuk kalau periuk nasinya diganggu? maka bermunculanlah kata-kata 'Menteri LHK tak punya hati nurani', 'Menteri Siti Nurbaya tak sebaik Siti Nurbaya cerita minangkabau', dan caci maki lainnya untuk si Menteri.

PADAHAL FAKTANYA, SEMUA KEBENARAN DISAMARKAN, OLEH MANAJEMEN DISEMBUNYIKAN. Coba deh manajemen RAPP sesekali benar-benar jujur pada karyawan dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, dari seluruh areal konsesi RAPP, berapa hektar sih sebenarnya areal gambut? Karena faktanya banyak juga yang mineral. Kalaupun lebih banyak gambut, berapa hektar sih yang FLEG (tidak boleh ditanam) dan berapa hektar yang FBEG (masih boleh ditanam). Dari FLEG itu, berapa hektar yang memang merupakan areal produksi?

Manajemen RAPP berani jujur gak? berani buka gak semua data-data asli mereka ke media massa? Karena tidak mungkin pemerintah tidak punya data valid saat akan menertibkan suatu perusahaan.

Manajemen RAPP harusnya juga berani jujur, berapa sih sebenarnya sebaran tanaman eksistingnya? Sebetulnya kapan sih bakal terjadi kekurangan bahan baku? karena sudah ada jaminan sejak dahulu kala oleh pemerintah bahwa bahan baku dijamin untuk 5 tahun ke depan, kenapa manajemen RAPP heboh-heboh merumahkan karyawan sejak 18 Oktober saat RKU mereka ditolak pemerintah? seolah penolakan RKU adalah kiamat bagi perusahaan. Seolah karena penolakan RKU, mendadak mereka bakal kehilangan bahan baku dalam hitungan hari. Dagelan...sungguh manajemen RAPP sedang memainkan dagelan...!

Manajemen RAPP juga berbohong lagi saat mengatakan pada pers di Jakarta, bahwa mereka belum tahu berapa luasan FLEG. Padahal dalam buku RKU yang bolak balik ditolak KLHK itu saja pasti sudah memuat berapa luas FLEG-nya. RAPP sendiri dalam buku RKU sudah mengakui peta FLEG, tapi kesalahannya, RAPP tetap merencanakan penanaman kembali akasia di areal FLEG. Itu intinya mengapa RKU ditolak dan disitulah letak dagelan ala Manajemen RAPP.

Salut untuk Menteri LHK, yang tidak gentar melawan cara-cara nakal manajemen perusahaan RAPP yang berbulan-bulan melakukan intervensi dan manipulasi pada kebijakan negara. Salut ia tidak goyah, meski karenanya disebut sebagai Menteri yang tidak punya hati nurani. Justru dengan ketegasannya, jutaan rakyat Riau dan Indonesia akan terselamatkan. Tidak hanya untuk hari ini, tapi untuk puluhan atau bahkan ratusan tahun ke depan. Karena gambut masih terlindungi dengan baik. Karena urusan hidup, tidak hanya soal urusan perut, melainkan juga kebutuhan oksigen yang masih layak dihirup.

Jika masih ada hari gini perusahan dikelola oleh manajemen yang masih suka pakai cara lama, menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah, lalu menggerakkan karyawan dalam ketidaktahuan mereka, dan dikorbankan hanya untuk kepentingan bisnis semata dengan memprovokasi mereka melawan negara, trus perangkat negaranya lemah dan bisa diatur-atur oleh perusahaan, maka alamat hancurlah Indonesia dikuasai para kapitalis.

Mungkin bila Menterinya bisa dengan mudah menyerah kalah, lalu menuruti kemauan perusahaan yang salah, maka saat bisnis mereka yang salah itu berjalan seperti biasa, kesejahteraan karyawan tetap akan biasa-biasa saja. Ditambah bonus, alam rusak dan warisan lingkungan hidup sudah habis tergadaikan. Sementara para pemilik perusahaan dan manajemen di tingkat atas, makin kaya raya. Saat karhutla suatu ketika membara lagi, mereka bisa plesiran ke luar kota atau tinggalkan Indonesia.

Kita tunggu saja tanggal 30 Oktober mendatang, apakah setelah drama bagai pilem India yang mengobok-ngobok batin ribuan karyawan dan juga rakyat Riau, akankah manajemen RAPP mengulang kembali pembangkangannya pada Negara, dengan mengajukan RKU yang tetap melawan aturan? Semoga saja tidak ada lanjutan dagelan demi dagelan dipertontonkan.
-------
Dagelan berikutnya adalah dari politisi yang sudah memproklamirkan diri akan maju bertarung di Pemilihan Gubernur Riau....aaaaaaaaaarrrh....betapa lucunya saat ada politisi sekelas kepala daerah ikut nimbrung berorasi, bahwa ia akan memperjuangkan agar Menteri segera mengubah aturan. Padahal ia seorang kepala daerah, yang merupakan perpanjangan tangan pusat di daerah. Harusnya dialah yang berdiri paling depan untuk mensosialisasikan maksud dan tujuan dari kebijakan pemerintah, sekaligus mencari solusi-solusi terbaik untuk melindungi rakyatnya ketika diancam PHK, dengan aturan-aturan ketenagakerjaan.

Harusnya dia menegur perusahaan yang tidak taat aturan, dan meminta mereka agar menjalankan bisnis sesuai mekanisme pemerintah. Bukan justru membela yang jelas-jelas salah, dan menyalahkan pemerintah lebih tinggi yang justru menjaga wilayah kerja si kepala daerah.

Harusnya prosedur yang dijalankan adalah prosedur ala pemerintahan, mencari akar permasalahan, mengurainya dalam bentuk solusi-solusi alternatif, dan bukan prosedur mencari muka dan mencari panggung. Bukan justru berorasi menyalahkan, lalu memposting pembelaan untuk hal yang salah di berbagai media sosial. Riau mendadak bagai tak bertuan. Dibuat GAGAL PAHAM!

Kasihan karyawan RAPP, kasihan rakyat Riau, kasihan Indonesia....
Kasihan saat urusan perut karyawan yang seharusnya terjamin dalam UU, dijadikan bahan dagelan. Kasihan saat lingkungan hidup tempat bernaung hidup dipertaruhkan hanya untuk kepentingan bisnis dan politik. Sungguh dagelan ala manajemen RAPP dan politisi dengan memanfaatkan keresahan masyarakat ini, tidak lucu sama sekali. Sangat-sangat tidak lucu.

#Lindungigambutkita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar